Game
Game Mobile Jepang Seperti Kapal Titanic yang Tenggelam Menurut Developer
Game Mobile Jepang Seperti Kapal Titanic yang Tenggelam Menurut Developer

Seputar Otaku - Square Enix baru saja mengumumkan penghentian layanan dua game gacha ikoniknya di Jepang, yaitu Final Fantasy: Brave Exvius dan Dragon Quest of the Stars. Kedua game ini sudah bertahan lebih dari satu dekade, namun akhirnya harus menutup layanan di tengah pasar game mobile yang semakin jenuh serta biaya pengembangan yang terus meroket.

Pengumuman ini semakin mempertegas tren suram dalam industri game gacha Jepang, di mana banyak developer merasa masa depan mereka semakin tidak pasti. Menurut pengembang game seluler Suemaru, kondisi ini layaknya "Titanic" industri yang perlahan tenggelam dengan jumlah “kursi” yang terbatas bagi mereka yang masih bisa bertahan.

Meskipun masih ada judul sukses seperti Fate/Grand Order, Monster Strike, dan Puzzle & Dragons, nyatanya tidak banyak game baru yang mampu menembus pasar dengan kesuksesan serupa. Bahkan proyek besar seperti Tribe Nine dari Aniplex harus gulung tikar hanya beberapa bulan setelah rilis.

gacha

Menurut Asosiasi Game Online Jepang, nilai pasar game online domestik pada 2024 turun menjadi 1,1 triliun yen (sekitar Rp119 triliun) dari sebelumnya Rp173 triliun pada 2023. Sebaliknya, biaya pengembangan justru meningkat tajam hingga $3,33 juta (sekitar Rp54 miliar) per judul, atau 4,7 kali lipat lebih tinggi dibandingkan satu dekade lalu.

Masalah lain muncul dari sisi tenaga kerja. Banyak developer game mobile Jepang yang merasa kesulitan beralih ke industri konsol. Menurut Alwei dari Indie-Us Games, keterampilan teknis yang dibutuhkan di game mobile, seperti manajemen server, tidak begitu relevan di pengembangan konsol. Sebaliknya, konsol menuntut teknologi grafis kelas atas dan gameplay aksi yang kompleks, keterampilan yang jarang diasah oleh perencana game mobile.

Kondisi ini menciptakan dilema serius bagi pengembang. Mereka yang seluruh kariernya bergantung pada game seluler kini terjebak di sektor yang terus menurun, namun sulit untuk melakukan transisi ke bidang lain.

Industri game mobile Jepang menghadapi tantangan besar: kejenuhan pasar, biaya produksi yang melambung, serta persaingan ketat dari Tiongkok dan Korea Selatan. Dengan tren penurunan pasar yang konsisten, nasib game gacha Jepang semakin dipertanyakan.

gacha

Meski demikian, masih ada secercah harapan. Judul-judul veteran yang berhasil bertahan menunjukkan bahwa pasar tetap ada, meski "kursinya" semakin terbatas. Pertanyaan terbesarnya: apakah developer Jepang mampu beradaptasi dan menciptakan strategi baru untuk menjaga keberlangsungan industri game seluler di masa depan?