Review Film The Colors Within, Film Terbaru Karya Naoko Yamada
Review film terbaru karya Naoko Yamada, sutradara dari film A Silent Voice
Kamis, 5 Desember 2024 | 21:21 WIB
Naoko Yamada, sutradara film “Silent Voice” atau “Koe no Katachi” membawakan film baru bersama studio Science Saru. Kimi no Iro menceritakan kisah yang ringan dan hangat tentang Totsuko yang dapat melihat warna termasuk warna dalam diri manusia.
Sebuah konsep cerita yang menarik, terutama dengan marketingnya yang membawa Naoko Yamada sebagai sutradaranya. Namun apakah konsep cerita yang menarik ini terealisasikan dengan baik?
Bukan Sembarang Judul
Judul Kimi no Iro ini secara tidak langsung punya beberapa arti dalam bahasa Inggris. Pertama seperti yang familiar yaitu “The Colors Within”, dan salah satunya lagi “Your Color” atau “Kimi’s Color”. Setelah selesai nonton filmnya, judul ini tuh punya arti yang cukup mendalam.
Judul pertama bisa diartikan sebagai kemampuan Totsuko yang mampu melihat warna orang lain. Judul kedua tak jauh beda namun mengartikan Totsuko ingin melihat warna teman-temannya. Untuk judul ketiga yang lebih spesifik bahwa Totsuko yang tertarik terhadap warna Kimi.
Incredible Staffs
Seperti yang sudah disebutkan di awal, Naoko Yamada selaku sutradara utama dan yang membuat storyboard sudah pernah kita lihat di Koe no Katachi, Violet Evergarden, dan beberapa anime dari Kyoto Animation lainnya. Tak perlu heran penyutradaraan di film ini sangatlah indah dan memukau.
Perlu dicatat bahwa film ini memiliki genre music, dan ini menjadi pernyataan yang sedikit bias. Music Director favorit gw pribadi yaitu Kensuke Ushio lagi-lagi membawakan bgm dan lagu utama yang nyaman sekali didengar di telinga. Jadi di titik ini, film ini sudah terlihat memiliki arah yang bagus, mari kita bahas secara menyeluruh.
Konsistensi Visual
Science SARU dengan hebat membawa suasana visual dari film Koe no Katachi yang sedikit menyembuhkan rasa rindu kami. Penyutradaraan Naoko Yamada sekali lagi patut diapresiasi. Banyak adegan yang blockingnya sangat tepat dan meaningful.
Bukan cuma itu, salah satu nilai jual dari visualnya tak lain tak bukan adalah warna. Warna yang ditampilkan di film ini terasa sangat mewah namun sederhana. Terlihat seperti kontradiktif, namun begitulah warna-warna yang sederhana di film ini bisa dibuat dengan suasana yang mewah.
239, 146, 155
Persis seperti di film Liz to Aoi Tori, Kensuke Ushio bikin judul lagu bgm dengan 3 bagian. Bedanya kalo di Liz bentuknya huruf atau kata, di Kimi no Iro ditulis angka. Adakah arti dari judul-judulnya? Menurut gw angka-angka ini adalah tingkat RGB, karena di judul yang dibuat Kensuke Ushio pun tidak ada yang melebihi 255 yang merupakan batas maksimal RGB.
Kesampingkan judul-judul lagunya, untuk lagunya sendiri sangat nyaman didengar. Nuansa musiknya ga jauh beda dari Koe no Katachi dan juga Liz to Aoi Tori. Bukan hanya itu, kita juga disuguhkan musik di akhir film sebagai penampilan dari bandnya Totsuko. 3 musik yang berbeda, ditulis oleh 3 orang yang berbeda, memiliki 3 nuansa yang berbeda.
Menanggung Harapan Orang Tua
Alur di film ini menurut gw agak sedikit ganjel. Keseluruhan ceritanya bagus, tapi storytellingnya agak kurang. Kita bahas apa yang bagus dulu dari cerita yang dibawakan dulu oleh Naoko Yamada.
Seiring jalannya cerita, kita diperlihatkan bahwa 3 karakter utama kita adalah pendosa dan memiliki masalahnya masing-masing. Terkhusus Kimi dan Rui, masalah mereka cukup spesial dimana terdapat kesamaan dalam dosa mereka, yaitu berbohong kepada orang tua mereka masing-masing.
Di samping Totsuko yang merupakan anak religius dan sering berdoa, Kimi dan Rui justru menyimpan rahasia besar dalam hidup mereka kalau mereka berada di jalan yang berbeda dari yang diharapkan orang tua mereka. Penulisan cerita ini membuat sebagian dari kita akan merasa relate bagaimana sulitnya kita berada di jalan yang kita inginkan tanpa membebani orang tua kita.
Semuanya Terjadi Begitu Saja
Hal yang cukup mengganjal di ceritanya buat gw adalah pace ceritanya yang terasa cepat dan lambat secara bersamaan. Contohnya ketika awal mula mereka bikin band. Totsuko yang gak terlalu deket sama Kimi, akhirnya bisa ketemu dia yang berhenti dari sekolahnya. Di tengah kecanggungan itu, ada cowo random yang ngajakin bikin band…. dan mereka semua setuju.
Gw juga sempet kegocek di awal karena setelah Totsuko “kehilangan” Kimi, warna yang berubah jadi monokrom itu akan jadi salah satu kunci ceritanya. Nyatanya, setelah ketemu Kimi hal itu seakan lewat begitu saja dan fokus cerita langsung berubah ke arah bagaimana mereka bertiga menjadi anggota band.
No Impact
Mendalami jalan ceritanya, fokus terhadap masing-masing karakternya pun kurang mendalam. Jujur saja setelah keluar dari bioskop, gak ada impact yang membekas dari ceritanya buat gw kecuali lagunya. Totsuko sendiri juga justru yang awalnya religius menjadi anak yang sering berbohong, meskipun di akhir mereka bertiga mengakui perbuatan dosa mereka semua.
Untuk Kimi dan Rui, selain menceritakan hubungan mereka dengan orang tua mereka, dan pengakuan dosa bersama, eksplorasi cerita mereka tak ada lagi yang spesial. Hasilnya pun penggambaran karakter Kimi dan Rui terkesan biasa saja. Ditambah dosa mereka yang cukup umum, rasanya benar-benar tak ada yang spesial dari kedua karakter tersebut.
Can Be Explored More
Sangat suka dengan visualnya, sangat suka dengan audionya, cuman memang sedikit disayangkan storytellingnya agak mengganjal walau secara pesan dan makna dari ceritanya cukup oke. Penyutradaraan Naoko Yamada tak perlu diragukan lagi karena ia masih cukup konsisten dalam men-direct film ini dengan ciri khasnya.
Sebagai film yang tayang di layar lebar, agak bimbang untuk menyebut puas atau tidak. Ceritanya masih dapat dieksplorasi lebih jauh dan lebih mendalam untuk para karakternya juga. Film Kimi no Iro ini dirasa cukup untuk ditonton sekali saja, gak ada hal yang bikin gw tertarik untuk nonton film ini lagi. Bukan film yang buruk, tapi bukan film yang dirasa worth untuk ditonton berulang kali di bioskop.