
Seni bela diri iaido, penggunaan katana, dan pengalaman tameshigiri menjadi daya tarik kuat wisata budaya Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Namun kini, dengan larangan baru dari Badan Kepolisian Nasional Jepang, program wisata yang memperbolehkan turis mencoba menebas gulungan tatami dengan katana tajam harus dihentikan. Meskipun keputusan ini berdampak pada daya tarik wisata, kota-kota seperti Murayama berusaha mempertahankan warisan budaya mereka dengan pendekatan yang lebih aman.
Larangan Tameshigiri dalam Wisata Budaya Jepang
Larangan baru yang diberlakukan oleh Badan Kepolisian Nasional Jepang telah menghentikan penggunaan katana tajam dalam kegiatan wisata budaya. Murayama, kota di Prefektur Yamagata yang dikenal sebagai tempat kelahiran seni iaido, sebelumnya menawarkan pengalaman langka kepada turis dengan mengajarkan dasar-dasar teknik pedang dan memberikan kesempatan mempraktikkan tameshigiri. Aktivitas ini memungkinkan peserta memotong gulungan tatami menggunakan katana asli sebagai puncak pelatihan.
Program ini bukan hanya memberikan pengalaman unik, tetapi juga memperkenalkan sejarah panjang seni samurai, budaya Jepang, dan nilai-nilai martial art kepada pengunjung asing. Kegiatan tersebut bahkan memperoleh penghargaan dari pemerintah Jepang pada tahun 2020 sebagai bentuk wisata unggulan dalam bidang olahraga dan budaya. Namun, sejak Desember lalu, kebijakan nasional menilai bahwa memberikan akses kepada “jumlah orang tidak terbatas” untuk menggunakan senjata tajam, meskipun terdaftar, adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang Pengendalian Senjata Api dan Pedang Jepang.
Dampak Larangan Katana pada Program Wisata Budaya
Setelah larangan itu diberlakukan, kota Murayama dan dojo di wilayah lain seperti Akita Prefecture tidak lagi bisa menyelenggarakan pelatihan tameshigiri untuk turis. Program iaido tetap berlanjut, namun puncak kegiatan yang melibatkan katana tajam kini diganti dengan demonstrasi oleh para instruktur profesional. Meskipun lebih aman, perubahan ini membuat daya tarik wisata berkurang dan jumlah reservasi menurun secara signifikan.
Menurut kepala asosiasi pariwisata Murayama, hilangnya elemen interaktif, sejarah samurai, dan pengalaman langsung membuat program tersebut tidak semenarik dulu. Di sisi lain, instruktur seni bela diri dari Akita juga mengungkapkan bahwa pelatihan tanpa tameshigiri kurang diminati oleh pengunjung. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keseimbangan antara pelestarian tradisi, keselamatan publik, dan daya tarik wisata budaya dalam merancang program edukatif di Jepang.
Harapan Baru untuk Tradisi Iaido di Jepang
Meskipun larangan ini cukup mengecewakan, upaya pelestarian iaido, pengenalan budaya samurai, dan nilai-nilai kebudayaan Jepang tetap berjalan. Dengan mengganti tameshigiri menjadi demonstrasi profesional, diharapkan tradisi ini tetap hidup dan dapat menginspirasi generasi baru untuk mengenal dan mencintai seni bela diri Jepang. Program turisme budaya ini juga bisa diarahkan untuk menekankan nilai-nilai filosofi, teknik, dan disiplin dalam iaido tanpa perlu mengandalkan ketertarikan pada elemen “tajam”-nya saja.
Murayama dan daerah lain di Jepang kini berada di persimpangan antara menjaga regulasi hukum, mempertahankan keunikan budaya lokal, serta menciptakan pengalaman wisata yang edukatif dan aman. Semoga perubahan ini membuka peluang baru bagi format pariwisata budaya yang lebih kreatif namun tetap menghargai akar sejarah samurai yang mendalam.
Sumber: ©︎ Sora News 24 | Dok: © Pakutaso
Rekomendasi

Drama Kecemburuan di Wedding Wars Picu Ketegangan
13 jam yang lalu
Donketsu Season 2 Siap Tayang Tahun ini
13 jam yang lalu
Ayumi Hamasaki Tegaskan Elon Musk Bukan Ayah dari Anak-anaknya
15 jam yang lalu
Fenomena “Bumping Men” di Jepang yang Mengganggu
16 jam yang lalu.webp)