Berita Guru di Jepang Dilaporkan Banyak Mengambil Cuti Akibat Penyakit Mental, Rekor Tertinggi Terjadi Pada Tahun 2023

Jumlah guru sekolah negeri di Jepang yang mengambil cuti karena masalah kesehatan mental terus meningkat, mencapai rekor tertinggi selama tiga tahun berturut-turut. Pada tahun fiskal 2023, sebanyak 7.119 guru melaporkan mengambil cuti dengan alasan ini, menurut survei terbaru dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains, dan Teknologi. Angka ini bertambah 580 orang dibandingkan tahun sebelumnya, mencakup 0,77 persen dari seluruh guru di sekolah dasar, menengah pertama, menengah atas, dan sekolah berkebutuhan khusus—atau sekitar 1 dari setiap 130 guru.

Jika digabungkan dengan guru yang mengambil cuti sakit selama lebih dari satu bulan, totalnya meningkat menjadi 13.045 orang, atau 1,42 persen dari total guru. Masalah ini telah menunjukkan tren kenaikan signifikan dalam tiga tahun terakhir, dengan beban kerja yang berat menjadi salah satu faktor utama. Untuk mengatasi ini, kementerian berencana memperkuat dukungan kesehatan mental dan menambah jumlah tenaga pengajar guna mengurangi tekanan kerja.

Kembali Bekerja, Masih Cuti, atau Mengundurkan Diri

Dari jumlah guru yang mengambil cuti karena gangguan mental, sebanyak 39,1 persen atau 2.786 orang telah kembali bekerja pada awal tahun fiskal baru, per 1 April 2024. Namun, masih ada 2.903 guru yang belum kembali dari cuti sakit, sementara 1.430 lainnya memutuskan untuk mengundurkan diri.

Angka guru yang berhenti bekerja setelah kurang dari satu tahun juga mencapai rekor baru, yaitu 788 orang, dengan 269 di antaranya berhenti karena masalah kesehatan mental.

Dokumentasi: Getty Images

Dokumentasi: Getty Images

Kasus Disipliner Guru Juga Meningkat

Selain masalah kesehatan mental, jumlah guru yang dikenai tindakan disipliner atau teguran akibat kejahatan seksual atau penyerangan juga mencetak rekor tertinggi. Pada tahun fiskal 2023, terdapat 320 kasus, meningkat 79 dari tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 61 kasus terkait "hubungan badan" dan 40 lainnya menyangkut "perilaku tidak senonoh." Sebagian besar pelaku berusia 20-an (73 orang), diikuti oleh usia 30-an (41 orang), 40-an (19 orang), dan 50-an ke atas (24 orang).

Langkah Preventif untuk Masa Depan

Untuk mencegah kejadian serupa, pemerintah Jepang merencanakan peluncuran sistem baru pada tahun fiskal 2026. Sistem ini akan mirip dengan Disclosure and Barring Service di Inggris, yang bertujuan memblokir pelaku kejahatan seksual agar tidak dipekerjakan dalam pekerjaan yang melibatkan anak-anak. Undang-undang yang berlaku sejak 2022 juga memungkinkan dewan pendidikan di Jepang untuk menolak mempekerjakan kembali mantan guru yang telah kehilangan izin mengajar akibat pelanggaran seksual.

Dengan berbagai langkah ini, pemerintah berharap dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat bagi guru sekaligus melindungi siswa dari ancaman kejahatan seksual.

Penulis