Partai Politik Jepang Menghadapi Tantangan Menguasai Media Sosial dalam Kampanye Modern Sebagai Bentuk Peralihan Dari Metode Tradisional
Minggu, 5 Januari 2025 | 12:44 WIB
Partai-partai politik di Jepang sedang berusaha memanfaatkan kekuatan media sosial menjelang pemilihan Dewan Penasihat, majelis tinggi parlemen negara itu. Mereka menghadapi tantangan untuk menciptakan konten yang menarik dan viral, sambil menghindari jebakan populisme.
Pada pemilu 2024, media sosial terbukti menjadi senjata ampuh dalam kampanye politik. Beberapa kemenangan mengejutkan terjadi, termasuk Shinji Ishimaru, mantan walikota Akitakata, yang berhasil meraih suara terbanyak kedua dalam pemilihan gubernur Tokyo berkat strategi daringnya.
Di sisi lain, Partai Demokrat untuk Rakyat (DPFP) mencatat lonjakan jumlah kursi empat kali lipat di Dewan Perwakilan Rakyat berkat kampanye media sosial yang efektif. Bahkan Motohiko Saito, mantan gubernur prefektur Hyogo yang sempat kehilangan jabatan karena skandal, berhasil kembali terpilih setelah unggahan daringnya viral.
Kesuksesan tersebut mengguncang partai-partai tradisional yang masih mengandalkan metode kampanye lama. Kini, mereka berlomba mengejar ketertinggalan. Pada Desember 2024, Partai Demokrat Liberal (LDP) mengundang pakar digital untuk memberikan pelatihan kepada anggota partainya tentang strategi kampanye berbasis internet.
Mitra koalisi LDP, Komeito, memperluas penggunaan YouTube untuk berbagi video, sementara Nippon Ishin no Kai dan Partai Komunis Jepang membentuk divisi khusus media sosial. Kekuatan Media Sosial dan Tantangan Baru Sebagian besar konten terkait pemilu yang viral ternyata berasal dari pihak ketiga, bukan dari partai atau kandidat itu sendiri.
Hal ini memaksa partai politik untuk lebih kreatif dalam menjangkau masyarakat. “Kita harus mampu menjangkau mereka yang tidak terlibat langsung dengan partai,” ujar salah satu sumber dari LDP. Partai-partai kini berlomba membuat konten menarik dan mudah dipahami. Komeito ingin menciptakan materi yang “bebas tabu,” sementara Nippon Ishin menekankan pentingnya pesan yang sederhana dan efektif.
Namun, stabilitas dalam mendapatkan perhatian media sosial tetap menjadi tantangan besar. “Kadang responsnya luar biasa, kadang dingin,” ungkap anggota DPFP. Kekhawatiran Populisme dan Misinformasi Meski potensinya besar, ketergantungan pada media sosial memicu kekhawatiran, terutama terkait risiko populisme dan penyebaran misinformasi.
Pesan yang kuat sering kali lebih populer, tetapi bisa mendorong tindakan yang tidak etis demi meraih perhatian. “Bahaya meningkatnya penggunaan media sosial adalah ketika orang-orang mulai mengabaikan apa yang benar demi meningkatkan popularitas,” kata seorang eksekutif dari Partai Demokrat Konstitusional Jepang (CDP).
LDP juga menggarisbawahi pentingnya langkah-langkah melawan misinformasi. Pada sebuah pertemuan Desember lalu, anggota partai menekankan perlunya strategi untuk menghadapi tantangan era digital tanpa melupakan kepentingan kandidat dan pemilih. Ichiro Aisawa, kepala penelitian sistem pemilu LDP, menegaskan bahwa partainya harus menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman sambil tetap mempertahankan integritas demokrasi.