Pop Kultur
Mantan Instruktur Balet Dituduh Lakukan Pelecehan Siswa
Mantan Instruktur Balet Dituduh Lakukan Pelecehan Siswa

Kasus dugaan pelecehan siswi SMP oleh seorang mantan instruktur balet di Tokyo menggemparkan publik setelah pihak kepolisian mengungkap rincian kejadian yang terjadi pada akhir tahun lalu. Peristiwa ini memunculkan kekhawatiran terhadap keamanan siswa perempuan dalam lingkungan pendidikan nonformal seperti studio seni. Dugaan tindakan pelecehan ini tidak hanya mencoreng dunia pendidikan seni tetapi juga memicu perbincangan serius mengenai pengawasan dan tanggung jawab moral para pendidik.

Dugaan Pelecehan oleh Instruktur Balet di Studio Pribadi

Kepolisian Metropolitan Tokyo resmi menangkap Takeshi Kuratani, seorang mantan instruktur balet berusia 49 tahun, atas dugaan melakukan pelecehan seksual terhadap siswi SMP di studio balet yang dikelolanya. Kejadian ini terjadi pada tanggal 29 Desember tahun lalu sekitar pukul 17.00 waktu setempat, di Distrik Sumida, Tokyo. Dalam insiden tersebut, Kuratani diduga memeluk korban dan menyentuh tubuhnya selama sekitar 30 menit dengan dalih melakukan “skinship”, istilah yang sering digunakan dalam budaya Jepang untuk merujuk pada kedekatan fisik sebagai bentuk keakraban.

Menurut laporan Sankei Shimbun yang diterbitkan pada 16 Juni, sebelum dugaan pelecehan terjadi, Kuratani meminta semua siswa membersihkan studio setelah kelas selesai. Namun, ia kemudian memulangkan seluruh siswa kecuali korban yang akhirnya menjadi satu-satunya yang tersisa di lokasi kejadian. Setelah itu, Kuratani melakukan tindakan yang kini sedang diusut oleh kepolisian.

Ketika dimintai keterangan oleh Kantor Polisi Mukojima, Kuratani berkilah bahwa tindakannya tidak mengandung unsur cabul. “Kami bermain-main dan saling menggelitik, tetapi saya tidak menyadari bahwa saya melakukan tindakan cabul apa pun,” ujarnya kepada penyidik. Namun, penjelasan tersebut tidak menghapus dugaan kuat bahwa tindakannya melanggar hukum dan norma etika seorang pendidik.

Laporan Keluarga dan Investigasi Kepolisian

Kasus ini mulai terungkap empat bulan setelah kejadian ketika ibu dari korban siswi SMP tersebut melapor kepada pihak berwenang. Laporan itu menjadi dasar dimulainya penyelidikan resmi oleh kepolisian Tokyo. Penelusuran dan pengumpulan bukti dilakukan untuk memastikan kebenaran atas dugaan pelecehan seksual di lingkungan studio pribadi yang dijalankan Kuratani.

Kepolisian juga menemukan fakta bahwa Kuratani pernah melakukan kontak fisik yang ia sebut sebagai “skinship” dengan siswa lainnya, mengindikasikan adanya pola perilaku yang mencurigakan. Informasi ini memperkuat dugaan bahwa tindakan Kuratani tidak berdiri sendiri, melainkan bagian dari perilaku berulang terhadap siswa-siswinya. Hal ini tentu memunculkan pertanyaan besar tentang perlindungan anak di ruang-ruang belajar informal.

Dampak Sosial dan Perlunya Pengawasan Ketat

Kasus pelecehan terhadap siswi SMP oleh mantan instruktur balet ini menyadarkan banyak pihak tentang pentingnya pengawasan terhadap ruang privat dalam lembaga pendidikan seni. Keleluasaan seorang instruktur terhadap siswanya tanpa pengawasan pihak ketiga membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Dalam banyak kasus serupa, korban anak-anak kerap tidak memiliki keberanian untuk melapor karena relasi kuasa yang timpang.

Selain itu, istilah “skinship” yang digunakan oleh pelaku menunjukkan bagaimana bahasa dan budaya bisa digunakan untuk merasionalisasi perilaku yang menyimpang. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat, sekolah, serta lembaga pendidikan seni untuk memperketat mekanisme pengawasan dan memberikan edukasi kepada siswa mengenai batas-batas interaksi fisik yang sehat.

 

Sumber: ©︎ Tokyo Reporter | Dok: © Takeshi Kuratani via X (Remake with AI Generated by Gemini AI)