Pop Kultur
Pria Osaka Ditangkap karena Jual Godzilla 1954 Versi AI Berwarna
Pria Osaka Ditangkap karena Jual Godzilla 1954 Versi AI Berwarna

Kasus pelanggaran hak cipta kembali mencuat di Jepang, kali ini melibatkan seorang pria dari Osaka yang ditangkap karena menjual versi berwarna film legendaris Godzilla tahun 1954. Film hitam putih ini mengalami warnaisasi dengan teknologi AI, tetapi tindakannya menimbulkan masalah hukum karena hak cipta dan status hukum film tersebut masih rumit. Kasus ini membuka diskusi tentang penggunaan AI, hak cipta film, dan batasan legal dalam modifikasi karya klasik di Jepang.

Modifikasi AI pada Film Godzilla 1954 Tuai Masalah Hukum

Film Godzilla tahun 1954 dikenal sebagai salah satu karya sinema Jepang yang ikonik, dengan nuansa gelap yang kuat sebagai simbol ancaman pasca perang. Dalam beberapa dekade terakhir, proses warnaisasi film lama telah menjadi perdebatan, di mana sebagian pelaku industri menganggap bahwa “warna tidak selalu lebih baik.” Menggunakan kecanggihan AI, seorang pria berusia 66 tahun di Osaka memodifikasi film ini untuk menambahkan warna, kemudian menjualnya dalam bentuk DVD seharga 2.980 yen per keping atau sekitar USD 21. Ia dilaporkan berhasil meraih keuntungan hingga 1,7 juta yen atau sekitar USD 12.000. Kasus ini menarik perhatian publik karena menyentuh isu teknologi, modifikasi film, dan hak cipta.

Hak Cipta Film Klasik Jepang Masih Simpang Siur

Status hak cipta film klasik Jepang seperti Godzilla 1954 ternyata sangat kompleks. Berdasarkan hukum Jepang, film dapat dianggap sebagai karya cipta perusahaan atau sebagai hasil kreasi individu. Jika film diciptakan oleh individu, masa berlaku hak cipta adalah 38 tahun setelah kematian pencipta terakhir berdasarkan hukum lama, dan 50 tahun setelah kematian terakhir berdasarkan hukum tahun 1971. Namun karena Toho, studio film Godzilla, tidak mengklaim sebagai pencipta (atau “chosakusha”), maka hak cipta dialihkan kepada para pembuat utama, terutama sang sutradara Ishiro Honda yang hidup paling lama. Dengan perubahan hukum dalam negosiasi TPP tahun 2018, masa hak cipta kembali diperpanjang menjadi 70 tahun sejak kematian terakhir, tetapi perpanjangan ini hanya berlaku jika hak 50 tahun sebelumnya telah diberlakukan.

Godzilla Baru Masuk Domain Publik pada Tahun 2032

Film Godzilla dari tahun 1954 tidak pernah secara resmi dikenai aturan hak cipta 50 tahun, sehingga tidak dapat diperpanjang menjadi 70 tahun. Akibatnya, berdasarkan interpretasi hukum yang berlaku, film ini baru akan masuk domain publik pada 1 Januari 2032. Hal ini menjelaskan mengapa tindakan warnaisasi oleh pria Osaka tersebut tetap ilegal, meskipun secara teknis film tersebut hampir mencapai usia 70 tahun. Polisi menyatakan bahwa mereka akan menyelidiki produk serupa, termasuk film klasik seperti Seven Samurai, namun akan memerlukan waktu untuk menelusuri hak cipta masing-masing film. Oleh karena itu, siapa pun yang hendak memodifikasi film klasik Jepang harus sangat berhati-hati karena ketidakpastian hukum masih sangat tinggi.

Peran AI dan Etika dalam Modifikasi Film Warisan

Di luar persoalan hukum, tindakan modifikasi film dengan bantuan AI juga menimbulkan perdebatan etis. Banyak penggemar film klasik berpendapat bahwa suasana asli dari Godzilla tidak seharusnya diubah, karena warna gelap dan hitam-putihnya justru memperkuat makna dan atmosfer film. Penambahan warna justru dinilai mengurangi kesan serius dan membuat tampilan Godzilla tampak seperti “pria dalam kostum karet yang menghancurkan miniatur.” AI memang membuka banyak kemungkinan baru dalam restorasi dan visualisasi ulang, tetapi seperti dikatakan oleh banyak kritikus, “hanya karena kita bisa, bukan berarti kita harus.” Dalam hal ini, AI, film klasik, dan etika modifikasi harus berjalan seimbang dan tidak sembarangan.

 

Sumber: ©︎ Sora News 24 | Dok: © AI Generative by Gemini AI (Gambar hanya pemanis)