Jepang dan AS Sepakati Mekanisme Baru Terkait Penggunaan Senjata Nuklir Untuk Hadapi Ancaman China dan Korea Utara
Senin, 30 Desember 2024 | 15:59 WIB
Kolaborasi untuk Hadapi Ancaman Regional: Jepang Kini Bisa Sampaikan Pandangan pada AS
Jepang dan Amerika Serikat telah menyepakati mekanisme komunikasi terkait kemungkinan penggunaan senjata nuklir oleh Washington dalam situasi darurat. Hal ini tertuang dalam pedoman perdana mengenai "pencegahan yang diperluas," sebagaimana dilaporkan oleh The Yomiuri Shimbun.
Melalui mekanisme ini, Jepang dapat menyampaikan permintaan kepada AS melalui Alliance Coordination Mechanism (ACM), platform komunikasi antara Pasukan Bela Diri Jepang dan militer AS. Langkah ini bertujuan memperkuat payung nuklir AS yang melindungi Jepang, sekaligus meningkatkan efektivitas pencegahan terhadap ancaman Korea Utara dan Tiongkok.
Ancaman Korea Utara dan Dominasi Militer Tiongkok
Kementerian Luar Negeri Jepang mengumumkan pedoman tersebut pada Jumat lalu, namun rincian lengkapnya dirahasiakan karena mencakup informasi intelijen militer. Dalam sistem ini, Presiden AS, sebagai pemegang wewenang tunggal atas serangan nuklir, tetap memiliki keputusan akhir.
Sebelum pedoman ini, tidak ada dokumen resmi yang mengatur hak Jepang untuk menyampaikan pandangan mengenai potensi penggunaan senjata nuklir AS. Pencegahan yang diperluas adalah kebijakan strategis yang menunjukkan komitmen Washington untuk membalas setiap serangan, baik terhadap wilayahnya sendiri maupun terhadap sekutunya.
Konsultasi antara kedua negara mengenai pencegahan nuklir dimulai sejak 2010, seiring dengan meningkatnya ancaman dari program nuklir Korea Utara dan kekuatan militer Tiongkok. Kini, pedoman baru ini memperkuat komunikasi melalui ACM yang dibentuk berdasarkan revisi Guidelines for Japan-U.S. Defense Cooperation pada 2015.
Diskusi akan dilakukan di berbagai tingkatan, mulai dari Kelompok Koordinasi Aliansi hingga Pusat Koordinasi Operasi Bilateral, melibatkan pejabat tinggi dari kedua negara. Dalam kondisi tertentu, pertemuan tingkat kabinet juga dapat digelar untuk membahas isu mendesak.
Menghadapi Realitas Nuklir Global
Lingkungan geopolitik terkait senjata nuklir semakin tegang. Rusia, misalnya, telah mengindikasikan kemungkinan penggunaan senjata nuklir dalam konfliknya dengan Ukraina. Sementara itu, Korea Utara terus memperkuat kemampuan rudal balistiknya sejak uji coba nuklir terakhir pada 2017.
Tiongkok pun diperkirakan akan memiliki lebih dari 1.000 hulu ledak nuklir yang beroperasi pada 2030. Perdana Menteri Shigeru Ishiba, dalam sesi pleno Dewan Penasihat pada 3 Desember, menegaskan komitmennya untuk meningkatkan kredibilitas pencegahan yang diperluas dari AS. Meskipun keputusan akhir tetap berada di tangan Washington, pedoman baru ini menjadi sinyal kuat untuk memperkokoh kolaborasi keamanan kedua negara.