Pertemuan antara Amerika Serikat dan Jepang baru-baru ini menyoroti hubungan erat antara dua negara sekutu yang memiliki kepentingan besar dalam keamanan kawasan Asia Timur. Perdana Menteri Sanae Takaichi dan Presiden Donald Trump membahas masa depan aliansi strategis mereka di tengah isu peningkatan anggaran pertahanan Jepang, yang menjadi perhatian utama Washington dalam menghadapi tantangan geopolitik global.
AS dan Jepang Bahas Komitmen Pertahanan di Bawah Kepemimpinan Sanae Takaichi
Pertemuan puncak pertama antara Sanae Takaichi dan Donald Trump di Tokyo berlangsung dalam suasana yang ramah, meskipun Amerika Serikat belum menekan Jepang secara langsung mengenai besaran anggaran pertahanan. Namun, para pengamat meyakini bahwa Washington akan segera mendorong Tokyo untuk menanggung porsi lebih besar dalam menjaga keamanan kawasan. Pertemuan ini menjadi ujian awal bagi Takaichi, yang baru saja menjadi perdana menteri perempuan pertama Jepang, dalam menegaskan posisi negaranya di mata sekutu utamanya.
Dalam pidato perdananya di parlemen, Sanae Takaichi berjanji untuk mempercepat peningkatan anggaran pertahanan Jepang hingga 2 persen dari PDB pada Maret mendatang—dua tahun lebih cepat dari target awal. Janji tersebut disambut positif oleh Amerika Serikat, yang selama ini menilai Jepang perlu memperkuat kemampuannya secara mandiri di tengah meningkatnya ancaman dari Tiongkok, Korea Utara, dan Rusia.
Para pakar menilai, langkah Sanae Takaichi akan menjadi tolak ukur bagi arah kebijakan luar negeri Jepang ke depan. Dukungan Donald Trump terhadap Takaichi diharapkan mampu menghidupkan kembali hubungan erat seperti yang dulu terjalin antara Trump dan mendiang Shinzo Abe. Kedekatan pribadi tersebut menjadi fondasi penting bagi stabilitas aliansi Amerika Serikat–Jepang selama masa pemerintahan sebelumnya.
Donald Trump dan Takaichi Sepakat Perkuat Aliansi Jepang–AS
Dalam konferensi pers usai pertemuan, Sanae Takaichi menegaskan tekad Tokyo untuk “meningkatkan pengeluaran pertahanan secara proaktif” tanpa menyebut angka tertentu. Sementara itu, Donald Trump tampak menahan diri untuk tidak memberikan tekanan eksplisit kepada Jepang, mengingat ia juga akan segera bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Korea Selatan. Menurut analis Yasuhiro Kawakami dari Sasakawa Peace Foundation, keputusan Trump ini bertujuan untuk menunjukkan kesatuan Amerika Serikat dan Jepang di tengah situasi geopolitik yang sensitif.
Sehari setelah pertemuan tersebut, Menteri Pertahanan Shinjiro Koizumi mengadakan diskusi dengan Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth. Dalam pertemuan itu, Koizumi menjelaskan rencana Jepang untuk mencapai target anggaran pertahanan sebesar 2 persen dari PDB. Hegseth menegaskan bahwa “tidak ada tuntutan khusus” yang diajukan kepada Jepang, memperkuat kesan bahwa keputusan peningkatan tersebut muncul dari inisiatif Tokyo sendiri, bukan tekanan dari Washington.
Rencana Peningkatan Anggaran dan Tantangan Ekonomi Jepang
Sejak tahun 2022, Jepang telah berkomitmen mengalokasikan dana sebesar 43 triliun yen atau sekitar 283 miliar dolar AS untuk lima tahun hingga 2027. Langkah ini dilakukan agar anggaran pertahanan Jepang sejajar dengan standar NATO, terutama di tengah kekhawatiran akan ekspansi militer Tiongkok. Pendanaan tersebut mencakup biaya keamanan siber, penjaga pantai, hingga operasi penjaga perdamaian PBB.
Namun, kebijakan ini bukan tanpa tantangan. Untuk mendanai komitmen besar itu, pemerintah Sanae Takaichi menyetujui kenaikan pajak penghasilan, pajak perusahaan, dan pajak tembakau di tengah utang nasional yang sudah mencapai 1.300 triliun yen. Amerika Serikat menilai langkah ini menunjukkan keseriusan Jepang dalam memperkuat pertahanan nasionalnya di bawah tekanan fiskal yang berat.
Kementerian Pertahanan Jepang memperkirakan bahwa anggaran tahun fiskal 2025 akan mencapai 9,9 triliun yen atau 1,8 persen dari PDB, mendekati target 2 persen lebih cepat dari jadwal. Donald Trump dikabarkan mempertimbangkan untuk mendorong Jepang meningkatkan pengeluaran hingga 3,5 persen, bahkan beberapa pakar memperkirakan bisa mencapai 5 persen dari PDB pada masa mendatang.
Dinamika Diplomasi Takaichi dan Masa Depan Aliansi Jepang–AS
Profesor Tetsuo Kotani dari Universitas Meikai menilai langkah Sanae Takaichi mempercepat peningkatan anggaran pertahanan Jepang merupakan strategi diplomasi cerdas untuk mengantisipasi tekanan Amerika Serikat. Menurutnya, dengan memperlihatkan inisiatif lebih dulu, Takaichi dapat menghindari kesan bahwa Tokyo tunduk pada permintaan Donald Trump, sekaligus menjaga legitimasi politiknya di dalam negeri.
Kotani juga menekankan bahwa apabila Jepang benar-benar membelanjakan hingga 5 persen PDB untuk pertahanan, maka hal itu akan memberi kemampuan bagi negara tersebut untuk lebih mandiri secara militer. Dalam konteks itu, kehadiran pasukan Amerika Serikat di Jepang mungkin akan dinilai ulang, dan bentuk aliansi antara kedua negara bisa berubah secara fundamental di masa depan.
Sementara itu, Kawakami menambahkan bahwa Donald Trump memiliki ekspektasi tinggi terhadap Sanae Takaichi, terutama agar ia mampu memimpin dengan gaya yang serupa dengan Shinzo Abe—tegas, konservatif, dan berorientasi pada kemandirian nasional. Jika langkah Takaichi berhasil, Jepang berpotensi menjadi kekuatan stabil di kawasan Asia tanpa sepenuhnya bergantung pada payung militer Amerika Serikat.
Rekomendasi
Live Action One Piece Season 2 Tayang Pada 10 Maret 2026
3 jam yang lalu
Dari Gairah Jadi Profesi: Liputan Hari Pertama Debut MPL ID Career Fest di NICE PIK2
4 jam yang lalu
Battlefield 6 Resmi Hadirkan Mode Battle Royale Terbaru Battlefield RedSec
4 jam yang lalu
Game VN My Cold Girlfriend Dihapus dari Steam Karena Karakter Mirip Aru Blue Archive
4 jam yang lalu