Jepang
Kyoto Dibanjiri Turis, Study Tour Sekolah Terhambat
Kyoto Dibanjiri Turis, Study Tour Sekolah Terhambat

Kyoto selama ini dikenal sebagai destinasi utama study tour bagi pelajar Jepang. Namun, membanjirnya turis di Kyoto membuat kegiatan belajar sejarah dan budaya terganggu. Alih-alih mendapat pengalaman edukatif, siswa justru dihadapkan pada kemacetan dan antrean panjang yang menurunkan kualitas study tour.

Kyoto dan Dampak Turis terhadap Study Tour

Kasus nyata terjadi pada SMP Nishi-Ikebukuro di Tokyo saat melakukan study tour ke Kyoto. Para siswa terjebak berjam-jam di bus akibat turis yang memadati jalanan, hingga gagal mengunjungi setengah dari jadwal situs sejarah. Bahkan, sebagian siswa terpaksa berjalan 13 kilometer menuju kuil Fushimi Inari Taisha karena transportasi umum penuh oleh turis. Guru pendamping study tour kewalahan, sehingga sekolah akhirnya mengalihkan destinasi ke Shikoku. Orang tua mendukung keputusan ini karena khawatir kerumunan turis di Kyoto berdampak pada kesehatan anak-anak.

Shikoku dan Alternatif Baru Study Tour

Shikoku kini menjadi destinasi alternatif study tour dengan konsep berbasis kegiatan. Siswa dapat memasak katsuo no tataki di Kochi hingga membuat udon di Kagawa, pengalaman yang lebih interaktif dibandingkan antre di Kyoto. Kehidupan di Jepang membuka peluang bagi daerah seperti Shikoku untuk berkembang, menggantikan Kyoto yang kini terlalu ramai turis. Selain Shikoku, Kanazawa dan Hakodate mulai dilirik sekolah berkat akses transportasi mudah dan fasilitas edukatif yang mendukung study tour.

Overtourism Jadi Tantangan Kyoto

Data pemerintah mencatat 56,06 juta turis berkunjung ke Kyoto pada 2024, tertinggi kedua dalam sejarah. Namun, jumlah pelajar yang datang untuk study tour menurun 7,4 persen menjadi 750 ribu. Fenomena overtourism membuat Kyoto beralih dari pusat pembelajaran sejarah menjadi lokasi wisata massal. Kini, banyak sekolah memilih destinasi lain agar study tour tetap fokus pada tujuan edukasi tanpa terganggu arus turis di Kyoto.

 

Sumber