Jepang
Penangkapan Jaringan Prostitusi di Tokyo yang Sasar WNA
Penangkapan Jaringan Prostitusi di Tokyo yang Sasar WNA

Jaringan Prostitusi Tokyo Dibongkar, Targetkan WNA

Kasus prostitusi kembali mengguncang Tokyo setelah Kepolisian Metropolitan Tokyo menangkap empat perempuan atas tuduhan menjajakan diri di distrik bar Kabukicho. Praktik prostitusi ini mengkhususkan diri pada pelanggan warga negara asing (WNA), dengan strategi unik yang mengecoh pihak berwajib. Maraknya prostitusi di kota Tokyo, khususnya di area Kabukicho, membuat warga dan otoritas semakin khawatir terhadap meningkatnya pelanggaran hukum yang melibatkan WNA sebagai target. Keempat perempuan ini bukan hanya terlibat dalam praktik prostitusi, tetapi juga tergabung dalam jaringan yang lebih luas.

Para pelaku yang terlibat dalam jaringan prostitusi di Tokyo mengakui bahwa mereka sengaja menargetkan WNA karena mereka yakin polisi Jepang yang menyamar tidak mungkin berasal dari luar negeri. Dalam pengakuannya, salah satu tersangka berkata, “Jika kami [berhubungan seks dengan] orang asing, kami pikir tidak mungkin mereka adalah polisi yang menyamar, jadi kami tidak akan tertangkap.” Pengakuan ini membuka celah bagaimana pelaku menggunakan asumsi mereka terhadap etnisitas untuk menghindari jerat hukum, khususnya di tengah meningkatnya pengawasan polisi terhadap prostitusi di kalangan warga negara asing (WNA) di Tokyo.

Strategi Komunikasi Jaringan Prostitusi Terorganisasi di Tokyo

Selain menargetkan WNA, kelompok prostitusi ini menggunakan sistem komunikasi terorganisir untuk menghindari patroli polisi di Tokyo. Jaringan ini terdiri dari lebih dari dua lusin anggota yang saling berbagi informasi, seperti pesan teks dan foto lokasi patroli polisi. Dengan memanfaatkan aplikasi penerjemah di ponsel, para pelaku mampu melakukan negosiasi secara langsung dengan WNA yang tidak bisa berbahasa Jepang. Hal ini menunjukkan bagaimana prostitusi di Tokyo semakin kompleks dan terstruktur dalam menargetkan warga negara asing yang rentan.

Namun, meskipun WNA tidak dapat menjadi petugas polisi di Jepang, status etnis tidak menjadi penghalang bagi seseorang untuk bekerja sebagai polisi, termasuk mereka yang sudah dinaturalisasi dan secara fisik masih terlihat seperti orang asing. Artinya, strategi yang digunakan oleh jaringan prostitusi di Tokyo ini sebenarnya tidak seaman yang mereka bayangkan. Dalam beberapa kasus, para pelaku juga menargetkan pria Jepang yang lebih tua, karena dianggap kecil kemungkinannya menjadi petugas penyamaran. Strategi ini menambah lapisan kompleksitas dalam pola kerja jaringan prostitusi yang beroperasi di wilayah padat WNA di Tokyo.

Keluhan dari WNA dan Investigasi Lanjutan Polisi Tokyo

Selama periode Oktober 2024 hingga Juni 2025, Kepolisian Metropolitan Tokyo menerima 11 laporan dari warga negara asing yang menjadi korban dugaan penipuan oleh pekerja seks di Tokyo. Beberapa WNA menyatakan bahwa mereka telah membayar sejumlah uang tetapi tidak mendapatkan layanan seksual yang dijanjikan, atau dalam kasus lain, uang mereka dicuri oleh perempuan yang ditemui di hotel. Kasus-kasus ini kini sedang dalam penyelidikan untuk melihat apakah empat perempuan yang telah ditangkap itu terlibat dalam insiden tersebut, sebagai bagian dari penyelidikan praktik prostitusi ilegal yang melibatkan warga negara asing di Tokyo.

Meskipun hukum Jepang mengatur secara ketat mengenai prostitusi, terdapat kekosongan hukum di mana hanya pihak yang menjual seks yang dikenai hukuman, sementara pelanggan tidak secara eksplisit dihukum. Namun, otoritas Tokyo kini mempertimbangkan untuk menindak lebih tegas, termasuk terhadap WNA yang mencoba membeli jasa prostitusi. Dengan meningkatnya tekanan terhadap pelaku prostitusi dan pelanggan, baik warga lokal maupun WNA di Tokyo diimbau untuk memahami risiko hukum yang terlibat, karena penangkapan dapat dilakukan meskipun tidak selalu berakhir di pengadilan.